Saat itu SMP IT Baitul Ilmi Cianjur (BI) baru 1 tahun berdiri, santrinya hanya berjumlah 18 orang (angkatan pertama). Tahun berikutnya BI membuka pendaftaran untuk santri baru, Alhamdulillah 42 orang santri baru diterima, maka genaplah santri BI menjadi 60 orang. Dari 42 orang santri baru itu, ada sosok santri yang pemalu, jarang berbicara jika tidak ditanya, lebih sering diam, sesekali hanya senyuman yang terlihat darinya, santri itu itu bernama Ghiffari Taufani Ghazi Al-Hakim.
Ghiffari merupakan putra pertama dari Bapak Lukmanul Hakim dan Ibu Nina Nurushalihah, Ia juga adalah cucu dari salah satu ulama di Cianjur, yaitu K.H. Drs. Komarudin yang merupakan mubaligh terkenal di Cianjur (Pabuaran) yang memiliki keunikan dalam menyampaikan tausiyah / ceramahnya, yaitu dengan menggunakan metode menggambar sebagai media.
Saya sempat penasaran dengan tambahan kata “Ghazi” dalam nama Ghiffari, tentang ini saya teringat dengan kisah Muhammad Al – Fatih, kata Ghazi disematkan kepadanya karena ia berhasil menaklukkan Konstantinopel dengan perjuangan yang sangat heroik. Dalam bahasa Arab, ternyata kata Ghazi ini merujuk kepada kata “penakluk / pejuang / prajurit”, sungguh nama luar biasa yang diberikan orang tuanya kepada Ghiffari. Sifat penakluk / pejuangnya terlihat ketika dia belajar dan menghafal Al-Qur’an, ayat demi ayat ia lalui dengan penuh kesungguhan dan kesabaran. Saya sering menyaksikan ketika dia menghafal, sungguh luar biasa, terlihat dia sangat menikmatinya.
Hari pun terus berlalu, santri pemalu itu kini telah memiliki banyak hafalan Al-Qur’an, kemampuannya menghafal di atas rata – rata temanya, maka tak heran jika capaian hafalan Al-Qur’annya lebih banyak dari teman – teman seangkatannya, bahkan dia memiliki hafalan yang lebih banyak dari beberapa kakak kelasnya. Walaupun demikian, dia tidak puas dengan prestasi yang telah diraihnya, dia bertekad ingin menyelesaikan hafalan sampai 30 juz, sungguh keinginan mulia yang membuat merinding dan iri ketika saya mendengarnya, remaja sebelia itu sudah memiliki keinginan yang luar biasa. Ternyata keinginannya itu bukan sekedar isapan jempol, dia membuktikan tekadnya, diantara kesungguhannya yang saya saksikan, dia selalu lebih dulu datang ke mesjid dengan menempati shaf paling depan di belakang imam, dia sangat jarang berpindah tempat, setiap di mesjid ketika akan shalat berjamaah tempat dia selalu di shaf pertama, di situ, ya di tempat itu, hampir selalu di tempat itu. Maka, dalam beberapa kesempatan ketika saya menjadi imam shalat berjamaah, sebelumnya saya selalu berpesan kepada Ghifari, “Ghiffari, tolong betulkan bacaan surat ustadz ya kalau nanti ustadz lupa”, ia pun mengangguk tanda setuju. Ghiffari datang ke mesjid lebih dahulu karena ia ingin memanfaatkan waktu untuk menambah hafalan dan memuroja’ah hafalan Al-Qurannya. Bukan hanya itu, di luar jam belajar yang dia memiliki waktu luang tak disia-siakannya kecuali untuk menghafal Al-Qur’an.
Hampir 3 tahun berlalu Ghiffari menjadi santri angkatan ke 2 di BI, akhirnya ia membuktikan tekad dan kesungguh – sungguhannya, ia telah mengkhatamkan hafalan Al-Qur’annya hingga 30 juz. Sampailah perjuangan Ghiffari kepada yang diinginkan semua orang beriman, ia menyetorkan ayat – ayat Al-Qur’an terakhir yang dihafalnya di hadapan kedua orangtuanya beserta Pimpinan Pesantren dan para Assatidzah BI. Sungguh pemandangan yang mengharukan dan membuat hati bergetar ketika ia melantunkan ayat demi ayat di hadapan kedua orangtuanya, sesekali bacaannya berhenti karena berat menahan sesaknya nafas keharuan dan derai air mata, namun air mata itu tak sanggup juga ditahan, ia memaksa mengalir bersamaan dengan ayat-ayat Allah yang keluar dari bibirnya, dan keharuan itu semakin memuncak ketika Ghiffari telah menyelesaikan ayat terakhir yang ia lantunkan, pelukan dan ciuman dari orangtuanya tak berhenti menghujaninya, pun kami yang menyaksikan moment indah itu tak sanggup menahan air mata ini, rasa bahagia dan syukur itu akhirnya menemukan tempatnya.
Tahun 2019 Ghiffari lulus sebagai salah satu santri terbaik dari BI dengan mengemban 30 juz Al-Qur’an di dadanya. Ia kemudian melanjutkan ke SMA Al Matuq Sukabumi melalui jalur seleksi, Ghiffari tidak sekedar diterima sebagai santri reguler, disana ia diterima sebagai santri program khusus Al – Qur’an (Baitul Qur’an), merupakan program yang disiapkan untuk para santri penerima beasiswa melanjutkan pendidikan ke timur tengah. Kabar gembira datang hari ini (13 Oktober 2020) dari orangtuanya melalui pesan WhatsApp ke nomor saya, dalam pesan itu orangtua Ghiffari menyampaikan terima kasih kepada Assatidzah BI sebagai salah satu bentuk syukurnya bahwa saat ini di SMA Al Matuq perkembangan Ghiffari sangat pesat, bahkan dapat melebihi para santri lain yang sejak SMP nya di Al Matuq. Tentang perkembangan Ghiffari, saya juga pernah membaca status Facebook Abi nya, semoga Pak Lukman mengizinkan saya mengutip statusnya,
“Good looking dan Hafidz, Alhamdulillah, Bismillah malam tadi dia sudah mengulang penguatan hafalan 30 Juz nya dengan predikat Mumtaz. Semoga Istiqomah dalam menjaga hafalannya, dan bisa mengamalkan dalam kehidupan nya…”
“Tidak terasa dia sudah jadi remaja dengan pikiran yang dinamis. Sering kita diskusi dengan keras, Dia pake dalil, aku pake logika”.
Merupakan ungkapan hati seorang ayah yang bangga kepada anaknya.
Selain mengucapkan terimakasih, dalam pesan WhatsApp itu orangtuanya Ghiffari menyampaikan beberapa prestasi yang baru saja diraih oleh putra tercintanya, saya cantumkan broadcastnya disini,
Untuk santri yang meraih juara kelas:
?Juara Pertama: Ananda Ghiffari Taufani Ghazi Al Hakim (90,61)
?Juara Kedua:
Ananda Muhammad Al Bara (89,61)
?Juara Ketiga:
Ananda Husein Mubarok (87,44)
Selain itu, sebagian santri kelas 11G meraih prestasi & penghargaan dari Bag. Alquran, yaitu:
?Santri yang telah menyelesaikan hafalannya 30 juz:
Ananda Ghiffari Taufani Ghazi Al Hakim
?Santri penghafal Alquran terbaik dari program Baitul Quran (BQ):
Ananda Ghiffari Taufani Ghazi Al Hakim
?Santri penghafal Alquran terbaik dari program Takhasus Quran (TQ):
Ananda Abdur Rasyid Ahmad
Melalui orang tuanya, Ghiffari juga menyampaikan, “Kesan dan pengalaman yang menjadikannya begini adalah Baitul Ilmi”.
Kisah singkat ini ditulis sebagai sebuah kebanggaan penulis kepada salah seorang santrinya. Semoga menjadi inspirasi bagi siapa saja yang memiliki tekad kuat untuk berprestasi. Semoga putera / puteri kita menjadi Generasi Qur’ani yang unggul dalam prestasi dan berakhlak Islami.
Barakallah Ghiffari Taufani Ghazi Al-Hakim. Jazakumullah khairan katsira para Assatidz atas didikannya, semoga menjadi amal Sholeh yang pahalanya tak berhenti mengalir. (Rustandi)